Kamis, 09 Desember 2010

Harry Potter Oh…Harry Potter....

It was the greatest!

Ya! Aku rasa ini memang yang terbagus. Efek yang mumpuni, alur yang jelas, runtut, dan mudah dipahami (nggak seperti beberapa seri sebelumnya yang asal potong disana-sini demi mempersingkat durasi), akting para pemainnya yang mulai mapan, pembawaan yang lebih dewasa (jadi emosi pun bisa lebih mudah ditangkap oleh kamera), juga setting yang lebih variatif, two thumbs up for the producer!!


Aku rasa memang suatu keputusan yang bijaksana memecah novel terakhir ini ke dalam dua sekuel film yang berbeda, mengingat ini adalah kisah akhirnya, the final story of Potter’s journey. Ini harus jadi klimaks yang menakjubkan, sekaligus coda yang dalam dan bermakna, karena itulah nggak bisa digarap asal-asalan. Dan memang begitu adanya, aku puas dengan apa yang dimainkan di depanku. Thriller yang memang sumpah mengejutkan di beberapa scene, dicampur dengan romantic comedy-nya yang nggak kalah mengocok perut membuat mataku nggak berpaling sedikitpun dari layar bioskop. Fabulous!!
Di antara semua bintang yang patut ditempelkan demi menghargai kebrilianan Harry Potter and the Deathly Hallows ini favoritku adalah konflik psikologis yang bisa jelas dimunculkan dalam karakter yang dimainkan si ganteng Daniel Radcliffe, Rupert Grint, dan Emma Watson sebagai tiga sosok sentral sejak awal film. Harry Potter yang dijepitkan antara keadaan harus mengorbankan teman-temannya karena kepercayaan Dumbledore yang begitu besar yang diberikan kepadanya sebagai satu-satunya orang yang bisa mengalahkan Voldemort dan keinginannya untuk menemukan semua horcrux yang ada tanpa melibatkan siapapun juga menjadi pondasi utama keseluruhan cerita. Dibumbuhi dengan konflik antar sahabat, cerita ini jadi berkembang makin kompleks dan mengundang rasa simpati. Ada Ron yang selalu merasa menjadi pihak yang tertinggal, Ron yang cemburu setengah mati melihat kedekatan Hermione dan Harry Potter dibalik semua kepedulian dan ketulusan yang dia rasakan pada mereka berdua. Ada juga Hermione yang sangat mencintai Ron di satu sisi, tapi tidak bisa meninggalkan Harry Potter berjuang sendiri di lain sisi. Ruwet!
Action dan kejadian-kejadian menegangkannya pun ditampilkan dengan keren dan nggak sembarangan. Mulai dari awal cerita, saat semua rekan terdekat Harry menyamar menjadi dirinya dengan ramuan polijus demi mengalihkan perhatian geng Voldemort dan akhirnya mereka berperang di atas langit gelap, hingga saat Harry berusaha melarikan diri dari Nagini – ular peliharaan Voldemort yang menyamar menjadi Batilda Bagshot, semuanya dikemas dengan begitu apik dan nyaris terlihat tanpa cela. Seri ini adalah seri Harry Potter yang paling jauh dari kesan membosankan karena banyak kejutan-kejutan yang tak terduga di tiap adegan, membuat kita (yang mungkin nyaris tertidur karena panjangnya durasi cerita) kembali melek dan fokus ke layar kaca.

Ibaratnya masakan, Harry Potter and the Deathly Hallows Part I ini adalah masakan dengan bumbu yang pas dan lengkap. Disajikan dengan porsi yang memadai dan hiasan yang cantik, siapapun yang memakannya pasti nggak akan rugi. Meski diwarnai dengan kematian beberapa orang yang berarti, seperti peri rumah mungil Dobby dan alastor Mad-Eye Moody, Harry Potter kali ini tidak menimbulkan kesan yang terlampau gelap seperti halnya Harry Potter and The Prisoner of Azkaban yang dirilis beberapa tahun yang lalu. So, ayo deh ajak kawan atau pacar, buruan nonton!
That which Voldemort does not value, he takes no trouble to understand. Of house-elves and children’s tales, of love, loyalty, and innocence, Voldemort knows and understands nothing. Nothing. That they all have a power beyond his own, a power beyond the reach of any magic, is a truth he has never grasped. (quoted from Albus Dumbledore)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar